Rabu, 15 Februari 2017

from hukumonline.com

Pertanyaan :
Hukumnya Menempati Rumah Kosong Tanpa Izin Pemilik Rumah
Saya ingin bertanya terkait persoalan hak menempat, apakah boleh jika seseorang/orang lain menempati suatu rumah kosong tanpa seizin atau kuasa pemilik rumah? Sedangkan pada kenyataannya, hal tu terjadi. Si pemilik rumah (pemilik sertifikat hak milik) sudah tidak menempati rumah selama berpuluh-puluh tahun dan rumah dalam keadaan kosong dan merasa tidak pernah menitipkan rumah/memberi kuasa terhadap orang tersebut untuk menempati. Apakah orang lain tersebut bisa dianggap melakukan perbuatan tidak menyenangkan? Lalu bagaimana proses penyelesaiannya? Apakah harus melibatkan pihak desa dan instansi Kepolisian? Terima kasih.
Jawaban :

Intisari:
 
 
Penghunian Rumah dapat berupa:
a.    hak milik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b.    cara sewa menyewa; atau
c.    cara bukan sewa menyewa
 
Perbuatan menghuni rumah kosong tersebut dapat dikatakan sebagai penghunian rumah dengan cara bukan sewa menyewa dan harus dilakukan seizin pemilik rumah dengan perjanjian tertulis.
 
Dari segi hukum pidana, perbuatan masuk ke dalam rumah orang lain dengan melawan hak termasuk tindak pidana.
 
Dari segi hukum perdata, jika seseorang menghuni suatu rumah tanpa izin pemilik dan pemilik merasa dirugikan akan hal tersebut, maka pemilik rumah dapat mengajukan gugatan ke pengadilan atas perbuatan penghunian rumah tanpa izin dengan dasar Perbuatan Melawan Hukum.
 
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
 
 
Ulasan:
 
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
 
Tindakan orang yang menempati rumah kosong seperti yang Anda jelaskan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman (“PP 14/2016”) yang disebut dengan penghunian rumah oleh bukan pemilik melalui cara bukan sewa-menyewa.
 
Penghunian Rumah
Pada dasarnya setiap orang berhak untuk bertempat tinggal atau menghuni Rumah.[1]
 
Penghunian Rumah dapat berupa:[2]
a.    hak milik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b.    cara sewa menyewa; atau
c.    cara bukan sewa menyewa.
 
Penghunian Rumah dengan cara sewa menyewa atau dengan cara bukan sewa menyewa hanya sah apabila ada persetujuan atau izin pemilik Rumah dan dilakukan berdasarkan perjanjian tertulis antara pemilik dan penyewa.[3]
 
Perjanjian tertulis sekurang-kurangnya mencantumkan ketentuan mengenai:[4]
a.    hak dan kewajiban;
b.    jangka waktu sewa menyewa;
c.    dan besarnya harga sewa; serta
d.    kondisi force majeure.
 
Jadi, rumah dapat dihuni oleh orang lain dengan cara sewa menyewa atau bukan sewa menyewa atas persetujuan atau izin dari pemilik rumah dan dilakukan berdasarkan perjanjian tertulis.
 
Menurut Urip Santoso dalam buku Hukum Perumahan (hal. 327), penghunian rumah oleh bukan pemilik rumah dengan cara bukan sewa menyewa dapat terjadi pada rumah milik seseorang yang ditinggalkan oleh pemiliknya karena suatu keperluan, misalnya pemilik rumah melaksanakan tugas belajar atau bekerja di luar kota atau di luar negeri dalam jangka waktu tertentu. Selama jangka waktu tersebut, pemilik rumah memperkenankan orang lain untuk menghuni rumahnya tanpa membayar uang sewa.
 
Jadi menjawab pertanyaan Anda, jika seseorang menghuni rumah kosong yang bukan miiknya, ia harus menempatinya dengan izin pemilik rumah berdasarkan perjanjian tertulis.
 
Langkah Hukum Jika Rumah Dihuni Tanpa Izin
Mengenai perbuatan tidak menyenangkan yang Anda sebutkan, perlu diketahui bahwa delik perbuatan tidak menyenangkan telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusannya nomor 1/PUU-XI/2013. Penjelasan selengkapnya dapat Anda simak MK Cabut Aturan Delik Perbuatan Tidak Menyenangkan.
 
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), ada diatur mengenai pidana bagi orang yang masuk ke dalam rumah orang lain, yaitu dalam Pasal 167 ayat (1) KUHP:
 
Barang siapa memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan melawan hukum atau berada di situ dengan melawan hukum, dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera, diancam dengan pidana penjara paling lima sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
 
R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menjelaskan bahwa kejahatan yang dimaksud dalam pasal ini biasanya disebut “huisvredebreuk” yang berarti pelanggaran hak kebebasan rumah tangga.
 
Lebih lanjut, dijelaskan bahwa perbuatan yang diancam hukuman dalam pasal ini adalah:
1.    Dengan melawan hak masuk dengan paksa ke dalam rumah, ruangan tertutup, dan sebagainya;
2.    Dengan melawan hak berada di rumah, ruangan tertutup, dan sebagainya, tidak dengan segera pergi dari tempat itu atas permintaan orang yang berhak atau atas nama orang yang berhak.
 
Soesilo mengatakan “masuk begitu saja” belum berarti “masuk dengan paksa”. Yang artinya “masuk dengan paksa” ialah masuk dengan melawan kehendak yang dinyatakan lebih dahulu dari orang yang berhak. Lebih lanjut, Anda dapat juga membaca artikel Hukum Masuk Rumah Orang Lain Tanpa Izin.
 
Oleh karenanya, Anda dapat mengambil langkah dengan melaporkan tindak pidana tersebut kepada pihak yang berwajib. Penjelasan lebih lanjut mengenai prosedur melaporkan suatu tindak pidana dapat Anda simak artikel Prosedur Melaporkan Peristiwa Pidana ke Kantor Polisi.
 
Sementara dari segi hukum perdata, jika pemilik rumah kosong itu merasa dirugikan dengan perbuatan orang yang menempati rumahnya tersebut, maka pemilik rumah dapat mengajukan gugatan perdata ke pengadilan dengan dasar Perbuatan Melawan Hukum (“PMH”).
 
PMH ini diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) yang berbunyi sebagai berikut:
 
Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.
 
Dalam artikel Bermasalah dengan Tetangga karena Tembok Batas Pekarangan disebutkan bahwa Mariam Darus Badrulzaman dalam bukunya “KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan”, seperti dikutip Rosa Agustina dalam buku “Perbuatan Melawan Hukum” (hal. 36) menjabarkan unsur-unsur PMH dalam Pasal 1365 KUH Perdata adalah sebagai berikut:
1.    Harus ada perbuatan (positif maupun negatif);
2.    Perbuatan itu harus melawan hukum;
3.    Ada kerugian;
4.    Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian;
5.    Ada kesalahan.
 
Menurut Rosa Agustina, (hal. 117) yang dimaksud dengan “perbuatan melawan hukum”, antara lain:
1.    Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;
2.    Bertentangan dengan hak subjektif orang lain;
3.    Bertentangan dengan kesusilaan;
4.    Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian.
 
Jadi, perbuatan menghuni rumah kosong tersebut dapat dikatakan sebagai penghunian rumah dengan cara bukan sewa menyewa dan harus dilakukan dengan izin pemilik rumah dengan perjanjian tertulis. Jika pemilik rumah merasa terganggu dan dirugikan akan hal tersebut, maka pemilik rumah dapat menuntut secara pidana serta mengajukan gugatan ke pengadilan atas perbuatan penghunian rumah tanpa izin dengan dasar PMH.
 
Contoh Kasus
Sebagai contoh kasus dapat kita lihat dalam putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor: 526/Pid.B/2011/PN.Sda, dimana terdakwa telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yaitu tidak segera pergi dari rumah, atas permintaan orang yang berhak atau pemilik rumah.
 
Dalam kurun waktu tertentu, terdakwa sudah menempati rumah bukan milik terdakwa melainkan milik PT. RATATEX tanpa sewa. Sebelumnya pemilik rumah sudah melakukan berapa kali somasi agar terdakwa segera pergi dari rumah itu, tetapi terdakwa tetap tidak menghiraukan somasi tersebut. Karena perbuatan terdakwa, akhirnya majelis hakim menjatuhkan hukuman penjara selama 3 (tiga) bulan, tetapi pidana tersebut tidak perlu dijalani kecuali dikemudian hari ada putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap karena terdakwa melakukan tindak pidana lain sebelum masa percobaan selama 6 (enam) bulan.
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:
 
Referensi:
1.    R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia: Bogor.
2.    Rosa Agustina. 2003. Perbuatan Melawan Hukum. Penerbit Pasca Sarjana FH Universitas Indonesia.
3.    Urip Santoso. 2014. Hukum Perumahan. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
 
Putusan:
 


[1] Pasal 28 ayat (1) PP 14/2016
[2] Pasal 28 ayat (2) PP 14/2016
[3] Pasal 28 ayat (3) dan (4) PP 14/2016
[4] Pasal 28 ayat (5) PP 14/2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar