Rabu, 29 April 2009

PERLINDUNGAN dan PEMBERDAYAAN NASABAH BANK DALAM ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA

oleh : Bapak Muliaman D. Hadad

I. Pendahuluan

Fungsi lembaga perbankan sebagai perantara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak-pihak yang memerlukan dana membawa konsekuensi pada timbulnya interaksi yang intensif antara bank sebagai pelaku usaha dengan nasabah sebagai konsumen pengguna jasa perbankan. Dari sisi pihak yang memiliki kelebihan dana, interaksi dengan bank terjadi pada saat pihak yang kelebihan dana tersebut menyimpan dananya pada bank dalam bentuk giro, tabungan, deposito, sementara dari sisi pihak yang memerlukan dana interaksi terjadi pada saat pihak yang memerlukan dana tersebut meminjam dana dari bank guna keperluan tertentu. Interaksi antara bank dengan konsumen pengguna jasa perbankan (selanjutnya disebut dengan nasabah) dapat pula mengambil bentuk lain pada saat nasabah melakukan transaksi jasa perbankan selain penyimpanan dan peminjaman dana. Bentuk transaksi lain tersebut seperti misalnya jasa transfer dana, inkaso, maupun safe deposit. Dalam perkembangannya, nasabah pun dapat memanfaatkan jasa bank untuk mendapatkan produk lembaga keuangan bukan bank, seperti produk asuransi yang dikaitkan dengan produk bank (bancassurance) dan reksadana.

Dalam interaksi yang demikian intensif antara bank dengan nasabah di atas, bukan suatu hal yang tidak mungkin apabila terjadi friksi yang apabila tidak segera diselesaikan dapat berubah menjadi sengketa antara nasabah dengan bank. Dari berbagai pengalaman yang ada, timbulnya friksi tersebut terutama disebabkan oleh empat hal yaitu

(i) informasi yang kurang memadai mengenai karakteristik produk atau jasa yang ditawarkan bank,

(ii) pemahaman nasabah terhadap aktivitas dan produk atau jasa perbankan yang masih kurang,

(iii) ketimpangan hubungan antara nasabah dengan bank, khususnya bagi nasabah peminjam dana, dan

(iv) tidak adanya saluran yang memadai untuk memfasilitasi penyelesaian awal friksi yang terjadi antara nasabah dengan bank.

Untuk menyikapi permasalahan tersebut, maka Bank Indonesia sebagai otoritas pengawas industri perbankan berkepentingan untuk meningkatkan perlindungan terhadap kepentingan nasabah dalam berhubungan dengan bank. Mengingat pentingnya permasalahan tersebut, Bank Indonesia telah menetapkan upaya perlindungan nasabah sebagai salah satu pilar dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang diluncurkan oleh Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 9 Januari 2004. API sendiri merupakan suatu cetak biru sistem perbankan nasional yang terdiri dari enam pilar untuk mewujudkan visi sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Enam pilar dalam API adalah (i) struktur perbankan yang sehat, (ii) sistem pengaturan yang efektif, (iii) sistem pengawasan yang independen dan efektif, (iv) industri perbankan yang kuat, (v) infrastruktur yang mencukupi, dan (vi) perlindungan nasabah.

II. Program-program Perlindungan Nasabah dalam Arsitektur Perbankan Indonesia

Jika selama ini Bank Indonesia selalu berpijak pada UU No. 7/1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan UU No. 10/1998 dan UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana diubah dengan UU No. 3/2004 dalam pengaturan aspek kehati-hatian bank, maka dengan telah berlaku efektifnya UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen sejak tahun 2001 aspek pengaturan perbankan pun harus diperluas dengan aspek perlindungan dan pemberdayaan nasabah sebagai konsumen pengguna jasa bank. Apabila dilihat dari masa berlaku efektifnya UU Perlindungan Konsumen yaitu tahun 2001, maka sepintas terlihat bahwa Bank Indonesia kurang merespons pemberlakuan undang-undang tersebut. Namun demikian hal ini bukan berarti perlindungan dan pemberdayaan nasabah tidak diperhatikan oleh Bank Indonesia.

Pada satu sisi, UU Perlindungan Konsumen tersebut diberlakukan pada saat Bank Indonesia sedang berupaya keras untuk melakukan perbaikan-perbaikan pada sistem perbankan, termasuk didalamnya rekapitalisasi perbankan dan penyempurnaan berbagai ketentuan yang menyangkut aspek kehati-hatian. Sementara itu pada sisi lainnya Bank Indonesia sejak awal tahun 2002 mulai menyusun cetak biru sistem perbankan nasional yang salah satu aspek didalamnya tercakup upaya untuk melindungi dan memberdayakan nasabah. Upaya ini kemudian berlanjut dan dituangkan menjadi Pilar ke VI dalam API yang mencakup empat aspek, yaitu mekanisme pengaduan nasabah, pembentukan lembaga mediasi independen, transparansi informasi produk, dan edukasi nasabah. Keempat aspek tersebut dituangkan kedalam empat program API, yaitu:

1. Penyusunan standar mekanisme pengaduan nasabah

2. Pembentukan lembaga mediasi perbankan independen

3. Penyusunan standar transparansi informasi produk

4. Peningkatan edukasi untuk nasabah

Keempat program di atas saling terkait satu sama lain dan secara bersama-sama akan dapat meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan hak-hak nasabah. Secara ideal, implementasi program-program di atas seharusnya dimulai dengan memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai kegiatan usaha dan produk-produk keuangan dan perbankan. Edukasi ini selain untuk memperluas wawasan masyarakat mengenai industri perbankan juga ditujukan untuk mendorong peningkatan taraf hidup masyarakat melalui pengenalan perencanaan keuangan. Langkah selanjutnya setelah edukasi adalah dilaksanakannya transparansi mengenai karakteristik produk-produk keuangan dan perbankan. Transparansi ini penting dilakukan agar masyarakat yang berkeinginan untuk menjadi nasabah (calon nasabah) bank mendapatkan informasi yang cukup memadai mengenai manfaat, risiko, dan biaya-biaya yang terkait dengan suatu produk tertentu sehingga keputusan untuk memanfaatkan produk tersebut sudah melalui pertimbangan yang matang dan sesuai dengan kebutuhan calon nasabah.

Tidak kalah pentingnya dalam upaya peningkatan dan pemberdayaan nasabah ini adalah keberadaan infrastruktur di bank untuk menangani dan menyelesaikan berbagai keluhan dan pengaduan nasabah. Dalam hal ini, bank harus merespons setiap keluhan dan pengaduan yang diajukan nasabah, khususnya yang terkait dengan transaksi keuangan yang dilakukan nasabah melalui bank tersebut. Untuk menghindari berlarut-larutnya penanganan pengaduan nasabah, diperlukan standar waktu yang jelas dan berlaku secara umum di setiap bank dalam menyelesaikan setiap pengaduan nasabah. Standar waktu ini harus ditentukan sedemikian rupa sehingga dapat dipenuhi dengan baik oleh bank dan tidak menimbulkan kesan bahwa pengaduan tidak ditangani dengan semestinya oleh bank.

Apabila nasabah tidak puas dengan hasil penyelesaian pengaduan yang dilakukan bank, maka perlu pula disediakan media yang dapat menampung penyelesaian sengketa antara nasabah dengan bank. Mengingat sebagian besar nasabah bank adalah nasabah kecil, maka media penyelesaian sengketa nasabah dengan bank haruslah dapat memenuhi unsur sederhana, murah, dan cepat. Sederhana dalam arti proses penyelesaian sengketa dilaksanakan tanpa melalui proses yang berkepanjangan, murah dalam arti tidak menimbulkan beban tambahan yang memberatkan nasabah, dan cepat dalam arti penyelesaian sengketa dilaksanakan dalam jangka waktu relatif singkat.

Walaupun secara ideal program-program perlindungan dan pemberdayaan nasabah seharusnya dimulai dengan edukasi kepada masyarakat, Bank Indonesia merasa perlu untuk memprioritaskan program-program lainnya terlebih dahulu, yaitu penanganan pengaduan nasabah, transparansi informasi produk perbankan, dan pembentukan lembaga mediasi perbankan independen. Prioritas pada program-program tertentu ini dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan untuk segera memberikan perlindungan kepada nasabah bank terkait dengan cukup maraknya pengaduan-pengaduan nasabah yang dimuat dalam berbagai media massa.

III. Implementasi Program-Program Perlindungan Nasabah

Penerbitan PBI No. 7/6/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang “Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah” dan PBI No. 7/7/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang “Penyelesaian Pengaduan Nasabah” yang menjadi bagian dari Paket Kebijakan Perbankan Januari 2005 dan PBI No.8/5/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang “Mediasi Perbankan” sebagai bagian dari Paket Kebijakan Perbankan Januari 2006 merupakan realisasi dari upaya Bank Indonesia untuk menyelaraskan kegiatan usaha perbankan dengan amanat UU Perlindungan Konsumen yang mewajibkan adanya kesetaraan hubungan antara pelaku usaha (bank) dengan konsumen (nasabah). Sebagai bagian dari Paket Kebijakan Perbankan, penerbitan ketiga ketentuan tersebut akan dapat membawa dimensi baru dalam pengaturan perbankan dengan turut diperhatikannya pula kepentingan nasabah secara eksplisit sebagai aspek penting yang turut mempengaruhi perkembangan perbankan nasional ke depan.

Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah

Dalam PBI No. 7/6/PBI/2005 diatur ketentuan yang mewajibkan bank untuk senantiasa memberikan informasi yang cukup kepada nasabah maupun calon nasabah mengenai produk-produk yang ditawarkan bank, baik produk yang diterbitkan oleh bank itu sendiri maupun produk lembaga keuangan lain yang dipasarkan melalui bank. PBI ini mempersyaratkan bahwa informasi yang disediakan untuk nasabah haruslah memenuhi kriteria-kriteria yang ditetapkan, antara lain mengungkapkan secara berimbang manfaat, risiko, dan biaya-biaya yang melekat pada suatu produk. Selain itu, dalam PBI diatas diatur pula bahwa penyampaian informasi harus dilakukan dengan memenuhi standar tertentu, antara lain harus dapat dibaca secara jelas, tidak menyesatkan, dan mudah dimengerti. Pada bagian lainnya, PBI tersebut juga mengatur mengenai pembatasan penggunaan data pribadi nasabah hanya untuk kepentingan internal bank.

Dari perspektif regulator, penerbitan PBI tersebut memiliki dua tujuan, yaitu untuk melindungi dan memberdayakan nasabah serta untuk meningkatkan aspek good governance pada bank. Dari sisi perlindungan dan pemberdayaan nasabah, implementasi efektif dari PBI tersebut akan dapat meningkatkan pemahaman nasabah mengenai suatu produk sehingga nasabah akan memiliki bekal yang cukup untuk memutuskan apakah produk bank yang akan dimanfaatkannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan keuangannya. Agar informasi yang diterima oleh nasabah tidak simpang siur dan terdapat kejelasan mengenai karakteristik produk bank yang sebenarnya, maka pemberian informasi tersebut diarahkan untuk memenuhi kriteria tertentu dan terstandarisasi. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan yang secara spesifik dapat mengarahkan pemberian informasi yang lengkap, akurat, terkini, dan utuh. Selain itu, pembatasan penggunaan data pribadi nasabah akan meningkatkan rasa aman dan nyaman nasabah dalam berhubungan dengan bank karena untuk dapat memberikan data pribadi nasabah kepada pihak lain untuk tujuan komersial bank harus terlebih dahulu meminta ijin kepada nasabah yang bersangkutan (kecuali ditetapkan lain oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku).

Pada sisi lain, penerapan PBI No. 7/6/PBI/2005 secara konsisten dan efektif juga akan membawa manfaat pada bank berupa peningkatan good governance karena mekanisme dan tatacara penggunaan produk, termasuk hak dan kewajiban nasabah dan bank, wajib diungkapkan secara transparan dalam pemberian informasi produk bank kepada nasabah sehingga secara tidak langsung akan dapat mengurangi penyimpangan-penyimpangan dalam kegiatan operasional bank. Selain itu, pembatasan penggunaan data pribadi nasabah hanya untuk keperluan internal bank juga akan memberikan perlindungan kepada bank dari tuntutan hukum karena hak-hak pribadi nasabah terlindungi dengan baik.

Penyelesaian Pengaduan Nasabah

Pada PBI No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah, Bank Indonesia mewajibkan seluruh bank untuk menyelesaikan setiap pengaduan nasabah yang terkait dengan adanya potensi kerugian finansial pada sisi nasabah. Dalam PBI ini diatur mengenai tatacara penerimaan, penanganan, dan juga pemantauan penyelesaian pengaduan. Selain itu, bank diwajibkan pula untuk memberikan laporan triwulanan kepada Bank Indonesia mengenai pelaksanaan penyelesaian pengaduan nasabah tersebut.

Pada prinsipnya, PBI diatas mengatur bahwa bank tidak diperkenankan menolak setiap pengaduan yang diajukan secara lisan maupun tertulis. Untuk pengaduan lisan, bank wajib menyelesaikannya dalam waktu 2 hari kerja sedangkan untuk pengaduan tertulis wajib diselesaikan dalam waktu 20 hari kerja dan dapat diperpanjang hingga 20 hari kerja berikutnya apabila terdapat kondisi-kondisi tertentu.

Untuk memastikan bahwa bank telah melaksanakan ketentuan penyelesaian pengaduan nasabah, maka setiap triwulan bank diwajibkan menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia mengenai kasus-kasus pengaduan yang sedang dan telah diselesaikan oleh bank. Laporan ini nantinya akan disusun sedemikian rupa sehingga akan mudah diketahui produk apa yang paling bermasalah dan jenis permasalahan yang paling sering dikemukakan nasabah. Melalui laporan ini pula Bank Indonesia akan dapat memantau permasalahan yang kemungkinan dapat berkembang menjadi permasalahan yang bersifat sistemik sehingga dapat segera dilakukan langkah-langkah preventif untuk mencegah ekskalasi permasalahan yang dapat mempengaruhi kepercayaan masyarakat pada lembaga perbankan.

Dari perspektif regulator, penerbitan PBI Penyelesaian Pengaduan Nasabah ini memiliki dua tujuan utama yaitu untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan masyarakat pada lembaga perbankan dan untuk menurunkan publikasi negatif terhadap bank yang dapat mempengaruhi reputasi bank tersebut. Dari sisi bank, keberadaan PBI ini juga akan sangat membantu bank dalam beberapa hal, antara lain:

1. Mengidentifikasi permasalahan yang terdapat pada produk-produk yang ditawarkannya kepada masyarakat;

2. Mengidentifikasi penyimpangan kegiatan operasional pada kantor-kantor bank tertentu yang mengakibatkan kerugian pada nasabah;

3. Memperoleh masukan secara langsung dari nasabah mengenai aspek-aspek yang harus dibenahi untuk mengurangi risiko operasional; dan

4. Memperbaiki karakteristik produk untuk menyesuaikannya dengan kebutuhan nasabah.

Sementara itu, dari sisi nasabah keberadaan PBI ini akan sangat bermanfaat bagi upaya percepatan penyelesaian permasalahan antara bank dengan nasabah. Proses penyelesaian pengaduan yang pengaturannya ditetapkan dalam PBI tersebut diharapkan dapat memfasilitasi penanganan pengaduan secara efisien dan efektif sehingga penyelesaian pengaduan oleh bank tidak lagi berlarut-larut dan keluhan-keluhan nasabah yang sering dijumpai pada berbagai media cetak dapat dikurangi. Dengan demikian, penerapan PBI Penyelesaian Pengaduan Nasabah secara konsisten akan dapat membawa manfaat baik untuk nasabah maupun bank dan dapat mengurangi potensi kerugian finansial pada nasabah maupun risiko reputasi pada bank.

Mediasi Perbankan

Penyelesaian pengaduan nasabah oleh bank yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah tidak akan selalu dapat memuaskan nasabah. Ketidakpuasan tersebut dapat diakibatkan oleh tuntutan nasabah yang tidak dipenuhi bank baik seluruhnya maupun sebagian sehingga berpotensi menimbulkan sengketa antara nasabah dengan bank yang dapat merugikan hak-hak nasabah.

Sesuai Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, upaya penyelesaian sengketa antara nasabah dan bank dapat dilakukan melalui negosiasi, konsiliasi, mediasi, arbitrase, maupun melalui jalur peradilan. Namun demikian, upaya penyelesaian sengketa melalui arbitrase atau jalur peradilan tidak mudah dilakukan bagi nasabah kecil dan usaha mikro kecil (UMK) mengingat hal tersebut memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu, penyelesaian sengketa nasabah dengan bank bagi nasabah kecil dan UMK perlu diupayakan secara sederhana, murah, dan cepat melalui penyelenggaraan mediasi perbankan agar hak-hak mereka sebagai nasabah dapat terjaga dan terpenuhi dengan baik dan reputasi bank dapat tetap terjaga.

Pada PBI No.8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan dinyatakan bahwa sampai dengan akhir tahun 2007 pelaksanaan fungsi mediasi perbankan akan dilakukan oleh Bank Indonesia. Hal ini perlu dimaklumi karena Bank Indonesia berkewajiban dan berkepentingan untuk membentuk “image” yang baik mengenai penyelenggaraan mediasi perbankan, sebelum lembaga mediasi tersebut dilaksanakan oleh suatu lembaga yang independen pada tahun 2008.

Pengaturan mengenai penyelenggaraan mediasi perbankan oleh Bank Indonesia pada intinya mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Nasabah dapat mengajukan upaya penyelesaian sengketa melalui mediasi kepada Bank Indonesia.

2. Proses mediasi yang dilakukan Bank Indonesia hanya sengketa dengan nilai klaim maksimum sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

3. Proses mediasi dapat dilaksanakan apabila kasus yang diajukan memenuhi persyaratan.

4. Pelaksanaan proses mediasi sejak ditandatanganinya perjanjian mediasi (agreement to mediate) sampai dengan penandatanganan Akta Kesepakatan dilaksanakan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja dan dapat diperpanjang sampai dengan 30 (tiga puluh) hari kerja berikutnya berdasarkan kesepakatan nasabah dan bank.

5. Akta Kesepakatan dapat memuat kesepakatan menyeluruh, kesepakatan sebagian, atau tidak tercapainya kesepakatan atas kasus yang disengketakan.

Edukasi Masyarakat

Untuk lebih mengefektifkan program-program perlindungan nasabah diatas, diperlukan suatu upaya yang sifatnya berkelanjutan melalui pelaksanaan edukasi masyarakat mengenai hak-hak nasabah dalam berhubungan dengan bank, selain hal penting lainnya seperti pengenalan produk keuangan dan perbankan.

Edukasi masyarakat yang akan dilakukan Bank Indonesia pada dasarnya akan diarahkan untuk memberdayakan masyarakat melalui peningkatan pengetahuan keuangan (financial literacy) untuk mendukung terwujudnya masyarakat yang kritis dan mampu merencanakan keuangannya secara bijaksana. Dalam hal ini, edukasi masyarakat diharapkan tidak hanya memberikan peningkatan pemahaman mengenai produk keuangan dan perbankan namun juga diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada peningkatan taraf hidup masyarakat melalui perencanaan keuangan yang tepat.

Mengingat faktor keragaman yang ada di masyarakat, maka pelaksanaan edukasi tidak dapat dilakukan hanya dengan mendasarkan pada asumsi-asumsi semata tetapi diperlukan perencanaan yang matang berdasarkan data dan fakta agar program-program edukasi dapat memenuhi kebutuhan kelompok-kelompok masyarakat yang beragam tersebut. Oleh karena itu, perolehan informasi dan analisis yang komprehensif mengenai kebutuhan dan strategi edukasi masyarakat pada setiap kelompok masyarakat sangat diperlukan agar edukasi masyarakat dapat terlaksana secara efisien dan efektif.

Saat ini Bank Indonesia sedang melakukan survey untuk melakukan pemetaan kebutuhan edukasi berdasarkan tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, faktor geografis, dan faktor domisili (desa & kota). Hasil pemetaan ini nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk penetapan strategi dan implementasi edukasi jangka pendek, menengah dan panjang, serta dimanfaatkan pula untuk sebagai dasari pembentukan kerangka kerja Forum Edukasi Masyarakat yang diharapkan dapat dibentuk dalam beberapa waktu kedepan. Forum Edukasi Masyarakat yang keanggotaannya direncanakan dapat merangkul berbagai lembaga dan instansi pemerintah diharapkan dapat menjadi forum koordinasi pelaksanaan edukasi sekaligus penggerak implementasi strategi edukasi di masing-masing bidang yang menjadi kewenangannya.

IV PENUTUP

Upaya Bank Indonesia untuk meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan nasabah tidak terbatas hanya pada program-program yang terdapat pada API saja. Dalam hal ini, empat program perlindungan dan pemberdayaan nasabah yang terdapat dalam program-program API merupakan program inti yang dijadikan dasar bagi pelaksanaan program peningkatan dan perlindungan nasabah perbankan kedepan. Kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk menjadi nasabah bank, peningkatan pelayanan bank kepada nasabah, dan peningkatan kesetaraan hubungan nasabah dengan bank masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan Bank Indonesia yang implementasinya tentu saja memerlukan dukungan dari pihak-pihak yang berkepentingan didalamnya.

(sumber : bi.go.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar