Secara sederhana, wanprestasi atau ingkar janji atau cidera janji dirumuskan selain sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut yang diperjanjikan, juga menunjuk kepada ketiadaan pelaksanaan prestasi oleh salah satu pihak dalam perjanjian. Ketiadaan prestasi ini bisa terwujud dalam beberapa bentuk, seperti berikut :
a. Tidak memenuhi prestasi sama sekali;
b. Terlambat dalam memenuhi prestasi;
c. Berprestasi tetapi tidak sebagaimana mestinya.
Dari bentuk-bentuk wanprestasi tersebut kadang-kadang menimbulkan keraguan pada waktu mana debitur tidak memenuhi prestasi, apakah termasuk tidak memenuhi prestasi sama sekali atau terlambat dalam memenuhi prestasi. Apakah debitur sudah tidak mampu memenuhi prestasinya maka hal ini termasuk pada yang pertama, tetapi apabila debitur masih mampu memenuhi prestasi, ia dianggap sebagai terlambat dalam memenuhi prestasi. Bentuk ketiga adalah jika debitur memenuhi prestasinya tetapi tidak sebagaimana mestinya atau keliru dalam memenuhi prestasinya, apabila prestasinya masih dapat diharapkan untuk diperbaiki maka ia dianggap terlambat tetapi jika tidak dapat diperbaiki lagi maka ia sudah dianggap sama sekali tidak memenuhi prestasi.
Pertanyaan yang sering kali timbul dalam praktek adalah sejak kapan debitur dianggap telah melakukan wanprestasi? Ini penting dipersoalkan karena wanprestasi mempunyai akibat hukum yang penting bagi debitur.
Untuk mengetahui sejak kapan debitur itu wanprestasi, perlu diperhatikan apakah dalam perjanjian itu ditentukan tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi atau tidak.
Dalam hal tenggang waktu yang tidak ditentukan maka diperlukan suatu tindakan hukum dari bank berupa teguran atau somasi kepada debitur. Somasi ini dimaksudkan untuk teguran bahwa debitur telah lalai memenuhi prestasi dan karenanya ia diingatkan agar dalam tenggang waktu tertentu (disebutkan dalam somasi), debitur harus segera melaksanakan prestasinya. Ketidak taatan debitur dalam memenuhi prestasinya sesuai tanggal yang ditentukan dalam somasi, maka dalam hal ini debitur telah dinyatakan wanprestasi (Muhammad, 1992 : 22). Sebaliknya jika dalam perjanjian ditentukan dengan jelas tenggang waktu pemenuhan prestasi, maka menurut Pasal 1238 KUH Perdata, debitur dianggap telah wanprestasi dengan lewatnya waktu yang ditentukan.
Praktek baik perbankan yang patut diapresiasi pada saat ini adalah walaupun umumnya masalah wanprestasi telah diatur tenggang waktunya dalam perjanjian kredit, tetapi bank tetap membuat somasi kepada debitur untuk menegaskan bahwa debitur telah benar-benar wanprestasi. Hal baik ini dilaksanakan untuk member penegasan yang setegas-tegasnya tentang kapan waktu si debitur mulai wanprestasi. Ini penting karena berkaitan dengan upaya-upaya bank dalam menentukan formula tindakannya kepada debitur.
Lalu apa akibat hukumnya jika debitur wanprestasi? Akibat hukum bagi debitur dalam hal ia melakukan wanprestasi adalah terkena hukuman atau sanksi-sanksi, yang oleh hukum telah mengatur hal ini. Sanksi-sanksi hukum itu, antara lain adalah :
a. Debitur diharuskan membayar ganti rugi yang telah diderita oleh kreditur (Pasal 1243 KUH Perdata).
b. Debitur diwajibkan membayar biaya perkara di pengadilan, apabila karena wanprestasinya itu sampai kepada pengadilan (Pasal 181 ayat 1 HIR).
c. Debitur wajib memenuhi perjanjian disertai pembayaran ganti rugi (Pasal 1267 KUH Perdata).
a. Tidak memenuhi prestasi sama sekali;
b. Terlambat dalam memenuhi prestasi;
c. Berprestasi tetapi tidak sebagaimana mestinya.
Dari bentuk-bentuk wanprestasi tersebut kadang-kadang menimbulkan keraguan pada waktu mana debitur tidak memenuhi prestasi, apakah termasuk tidak memenuhi prestasi sama sekali atau terlambat dalam memenuhi prestasi. Apakah debitur sudah tidak mampu memenuhi prestasinya maka hal ini termasuk pada yang pertama, tetapi apabila debitur masih mampu memenuhi prestasi, ia dianggap sebagai terlambat dalam memenuhi prestasi. Bentuk ketiga adalah jika debitur memenuhi prestasinya tetapi tidak sebagaimana mestinya atau keliru dalam memenuhi prestasinya, apabila prestasinya masih dapat diharapkan untuk diperbaiki maka ia dianggap terlambat tetapi jika tidak dapat diperbaiki lagi maka ia sudah dianggap sama sekali tidak memenuhi prestasi.
Pertanyaan yang sering kali timbul dalam praktek adalah sejak kapan debitur dianggap telah melakukan wanprestasi? Ini penting dipersoalkan karena wanprestasi mempunyai akibat hukum yang penting bagi debitur.
Untuk mengetahui sejak kapan debitur itu wanprestasi, perlu diperhatikan apakah dalam perjanjian itu ditentukan tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi atau tidak.
Dalam hal tenggang waktu yang tidak ditentukan maka diperlukan suatu tindakan hukum dari bank berupa teguran atau somasi kepada debitur. Somasi ini dimaksudkan untuk teguran bahwa debitur telah lalai memenuhi prestasi dan karenanya ia diingatkan agar dalam tenggang waktu tertentu (disebutkan dalam somasi), debitur harus segera melaksanakan prestasinya. Ketidak taatan debitur dalam memenuhi prestasinya sesuai tanggal yang ditentukan dalam somasi, maka dalam hal ini debitur telah dinyatakan wanprestasi (Muhammad, 1992 : 22). Sebaliknya jika dalam perjanjian ditentukan dengan jelas tenggang waktu pemenuhan prestasi, maka menurut Pasal 1238 KUH Perdata, debitur dianggap telah wanprestasi dengan lewatnya waktu yang ditentukan.
Praktek baik perbankan yang patut diapresiasi pada saat ini adalah walaupun umumnya masalah wanprestasi telah diatur tenggang waktunya dalam perjanjian kredit, tetapi bank tetap membuat somasi kepada debitur untuk menegaskan bahwa debitur telah benar-benar wanprestasi. Hal baik ini dilaksanakan untuk member penegasan yang setegas-tegasnya tentang kapan waktu si debitur mulai wanprestasi. Ini penting karena berkaitan dengan upaya-upaya bank dalam menentukan formula tindakannya kepada debitur.
Lalu apa akibat hukumnya jika debitur wanprestasi? Akibat hukum bagi debitur dalam hal ia melakukan wanprestasi adalah terkena hukuman atau sanksi-sanksi, yang oleh hukum telah mengatur hal ini. Sanksi-sanksi hukum itu, antara lain adalah :
a. Debitur diharuskan membayar ganti rugi yang telah diderita oleh kreditur (Pasal 1243 KUH Perdata).
b. Debitur diwajibkan membayar biaya perkara di pengadilan, apabila karena wanprestasinya itu sampai kepada pengadilan (Pasal 181 ayat 1 HIR).
c. Debitur wajib memenuhi perjanjian disertai pembayaran ganti rugi (Pasal 1267 KUH Perdata).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar