Rabu, 25 Desember 2019

union

ternyata Artis Nikita Mirzani itu humble, mau di ajak photo..
Semoga tambah sukses ya mba' Niki 🙏😁

Senin, 09 Desember 2019

izin lokasi

Dalam kesibukkan sekarang ini, pengurusan izin lokasi di Banten, tepatnya di kabupaten serang. Untuk melakukan pembelian tanah guna keperluan pabrik, maka izin lokasi harus menjadi target utama kerja, karena dengan mendapatkan izin lokasi maka area pertanahan tersebut sudah bisa menjadi area pabrik.
Banyak kasus pembelian tanah secara besar, 10 ha atau 20 ha atau lebih dari 20 ha, dimana ingin dijadikan lahan pabrik. Namun dikarenakan belum mempunyai izin lokasi maka area pertanahan tersebut harus diam dulu menunggu izin lokasi diterbitkan. Tidak bagusnya adalah tidak mendapat izin lokasi. Maka pengusaha akan rugi pengeluaran pembelian tanah tersebut. 
Pengurusan izin lokasi adalah kewenangan pemda setempat setelah mendapatkan konfirmasi dari pihak BPN setempat juga. Oleh karena itu, akan banyak kegiatan pengurusan adminstrasi dan dana untuk mendapatkan izin lokasi tersebut.

Senin, 25 November 2019

10 Social Media Must Haves For Your Corporate Compliance And Ethics Program

July 15, 2011 by
 
Companies would be legally remiss not to add a social media component to their corporate compliance and ethics program. As we have seen and reported on, agencies such as FINRA, the FTC, and the NLRB are bringing complaints against companies arising from their social media activity or employee related activity, thus, highlighting the need for companies to demonstrate that they are exercising due diligence to promote ethical conduct and prevent criminal conduct in the context of social media activity [
Guidelines, § 8B2.1].

The following list is a good starting point, however, there may be additional items that a social media attorney will recommend you include in your policy depending on the nature of your business. A

1.Adopt a social media policy. Include the basic list of “Dos” and “Don’ts” in your policy. Don’t try to prohibit lawful protected activity such as complaining about work conditions or compensation/benefits, or whistle blowing. However, employees should be advised of the importance of communicating possible wrongdoing at the company through established internal channels so an appropriate investigation can be conducted.

2.
use social media, with emphasis on areas of particular concern for your
company which may include, for example, protecting the privacy interests
of your company clients, complying with FINRA/SEC social media
guidelines, antitrust compliance, not disclosing confidential, proprietary
information, and brand protection.
media activity and cloud computing because it is discoverable.
and storing the social media activities of your company, and don’t forget
employees conducting business from their smart phones and tablets.
financial information posted on your Facebook fan page, Twitter, website,
etc., is updated to reflect material changes in financial condition and
operations. Do not release financial information on social networking sites
that you have not also published in a press release.
acquisitions to identify any legal risks and liabilities, including, without
limitation, the target failing to comply with the Sarbanes-Oxley Act.
decisions
discriminate against anyone based on protected factors under federal or
state law. Set up protocols so protected factors are not considered.
confidentiality agreements and computer use policies with employees.
Clearly communicate what are the company’s trade secrets and the ways
in which use of them is restricted. One of the essential elements for a
misappropriation of trade secrets case is that the company has taken
reasonable measures to protect its trade secrets, which would include, in
the social media era, a social media policy with training for employees so
they are not inadvertently disclosing the company's trade secrets.
security, the collection of a reasonable amount of information and not
more, sound retention practices (not an unduly long period of time), and
data accuracy (so misinformation is not reported on consumers).
including the prohibition on employees giving reviews for the company’s
products (or the products of it’s competitors) without disclosing their
biased relationship with their employer company.
For further information, please contact
(
Implement an effective training program on how your employees should3.Update your e-discovery approach and make sure that you include social4.Update your document retention policy to make sure you are capturing5.Update your Sarbanes-Oxley Act compliance program to ensure that6.Audit the social media activity of potential targets for mergers and7.Train your HR department, managers and anyone making employmentso they do not use information from social networking sites to8.Take reasonable measures to protect your trade secrets. Update your9. Incorporate privacy protections into your business practices such as data10.Review the FTC guidelines for online endorsements with employees,Michelle Sherman at (213) 617-5405.Follow me on Twitter!)
e.g. Federal Sentencingcompanion article to this one, for example, includes additional items that government contractors should have in their social media policies.
Michelle Sherman

Hubungan Antara Bank, Akuntan Publik dan Bank Indonesia

Dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/22/PBI/2001 tanggal 13 Desember 2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 4159), perlu ditetapkan ketentuan pelaksanaan mengenai Hubungan Antara Bank, Akuntan Publik dan Bank Indonesia dalam Surat Edaran yang mencakup hal-hal sebagai berikut:

Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas, dikemukakan bahwa dalam rangka turut serta menciptakan disiplin pasar (market discipline) perlu diupayakan transparansi kondisi keuangan dan kinerja Bank sehingga dapat lebih memudahkan penilaian bagi kepentingan publik dan peserta pasar melalui publikasi laporan kepada masyarakat luas. Dalam rangka meningkatkan integritas laporan keuangan Bank maka Laporan Keuangan Tahunan Bank wajib diaudit oleh Akuntan Publik dan untuk memperoleh keyakinan yang memadai tentang kemampuan dan kesesuaian tugasnya, Akuntan Publik yang mengaudit Bank harus independen, kompeten, profesional dan objektif serta menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama (due professional care).


Dalam rangka meningkatkan kualitas hasil audit, perlu ditetapkan persyaratan Akuntan Publik yang diperkenankan melakukan audit terhadap Bank. Akuntan Publik yang diperkenankan untuk mengaudit Bank adalah Akuntan Publik yang terdaftar di Bank Indonesia. Oleh karena itu dalam melakukan penunjukan Akuntan Publik, Bank hendaknya memperhatikan daftar Akuntan Publik yang diumumkan Bank Indonesia pada home page Bank Indonesia.


Sesuai dengan Pasal 16 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas, penunjukan Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik yang sama oleh Bank paling lama dilakukan untuk periode audit 5 (lima) tahun buku berturut-turut dan mulai berlaku sejak dikeluarkannya ketentuan Bank Indonesia dimaksud, yaitu sejak laporan keuangan untuk Tahun Buku 2001.


Agar dari audit yang dilakukan Akuntan Publik diperoleh informasi kondisi keuangan Bank yang optimal, perlu adanya komunikasi yang aktif dan transparan antara Akuntan Publik dan Bank Indonesia.


PERSYARATAN AKUNTAN PUBLIK YANG MELAKUKAN AUDIT BANK

Sesuai dengan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 21 Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas, Laporan Keuangan Tahunan Bank wajib diaudit oleh Akuntan Publik. Kantor Akuntan Publik serta Akuntan Publik (partner in charge) yang melakukan audit Bank wajib terdaftar di Bank Indonesia dengan memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Surat Edaran 3/32/DPNP.

Persyaratan bagi Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik yang terdaftar di Bank Indonesia ditetapkan sebagai berikut:

  1. mempunyai izin praktik dari Menteri Keuangan;
  2. tidak pernah melakukan perbuatan tercela dan atau dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana di bidang keuangan serta tidak termasuk dalam daftar kredit macet;
  3. memiliki akhlak dan moral yang baik;
  4. memiliki pengalaman dan kompetensi audit di bidang perbankan;
  5. sanggup secara terus menerus mengikuti program pendidikan di bidang akuntansi dan perbankan;
  6. sanggup melakukan audit sesuai Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan Kode Etik Profesi;
  7. bersikap independen dan profesional dalam penugasan audit;
  8. bersedia memberitahukan kepada Bank Indonesia apabila ditemukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang keuangan dan perbankan serta kondisi atau perkiraan kondisi yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank; dan
  9. berkedudukan sebagai Rekan (partner in charge) pada Kantor Akuntan Publik dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
    1) dalam melakukan audit, Akuntan Publik menerapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) jenjang pengendalian atau supervisi yaitu Akuntan Publik yang bertanggung jawab (partner in charge), dan pengawas menengah yang melakukan pengawasan terhadap staf pelaksana;
    2) bersedia untuk menjalani review eksternal oleh Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP) tentang pengendalian mutu di Kantor Akuntan Publik yang bersangkutan.


Permohonan pendaftaran Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik yang akan melakukan audit terhadap Bank diajukan secara tertulis kepada Bank Indonesia dengan menggunakan formulir sesuai format pada Lampiran 1a SE 3/32/DPNP dan disertai dengan dokumen:
a. dokumen yang menyangkut Akuntan Publik:
1) daftar riwayat hidup sesuai dengan fomulir sesuai format pada Lampiran 1b SE 3/32/DPNP;
2) izin praktik dari Menteri Keuangan;
3) ijasah pendidikan formal di bidang akuntansi;
4) Nomor Pokok Wajib Pajak;
5) sertifikat program pelatihan di bidang perbankan;
6) surat pernyataan yang menyatakan bahwa Akuntan Publik tidak pernah melakukan perbuatan tercela dan atau dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana di bidang keuangan serta tidak memiliki kredit macet di Bank;
7) surat pernyataan kesanggupan untuk mengikuti secara terus menerus program pendidikan di bidang akuntansi dan perbankan;
8) surat pernyataan yang menyatakan bahwa Akuntan Publik sanggup melakukan audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik dan Kode Etik Profesi, serta senantiasa bersikap independen dan profesional dalam melakukan penugasan audit;
9) surat pernyataan yang menyatakan bahwa Akuntan Publik yang bersangkutan bersedia memberitahukan kepada Bank Indonesia apabila ditemukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang keuangan dan perbankan, serta keadaan dan perkiraan keadaan yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank; dan
10) rekomendasi untuk pendaftaran di Bank Indonesia dari Ikatan Akuntan Indonesia - Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP).
b. dokumen yang berkaitan dengan Kantor Akuntan Publik:
1) Nomor Pokok Wajib Pajak;
2) izin praktik dari Menteri Keuangan Republik Indonesia bagi Akuntan Publik yang bertindak sebagai pimpinan Kantor Akuntan Publik yang bersangkutan;
3) bagan organisasi yang menunjukkan bahwa dalam melakukan audit, Akuntan Publik menerapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) jenjang pengendalian atau supervisi yaitu Akuntan Publik yang bertanggung jawab (partner in charge), dan pengawas menengah yang melakukan pengawasan terhadap staf pelaksana;
4) surat pernyataan bahwa Kantor Akuntan Publik bersedia untuk menjalani review eksternal oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) tentang pengendalian mutu di Kantor Akuntan Publik yang bersangkutan.


Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud Bank Indonesia melakukan:
a. penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen; dan
b. wawancara terhadap Akuntan Publik, apabila diperlukan.


Persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 4, diberikan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 45 (empat puluh lima) hari sejak diterimanya permohonan tersebut secara lengkap. Nama Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik yang terdaftar di Bank Indonesia dicantumkan dalam homepage Bank Indonesia. Setiap perubahan yang berkenaan dengan data dan informasi dari Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik sebagaimana dimaksud dalam angka 3 wajib dilaporkan secara tertulis oleh Akuntan Publik dan atau Kantor Akuntan Publik kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak terjadinya perubahan tersebut.


KOMUNIKASI BANK INDONESIA DENGAN AKUNTAN PUBLIK

1. Sesuai dengan Pasal 20 Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas, Akuntan Publik dapat meminta informasi dari Bank Indonesia mengenai kondisi Bank yang diaudit dalam rangka persiapan dan pelaksanaan audit. Selain itu Bank Indonesia dapat meminta informasi dari Akuntan Publik meskipun perjanjian kerja antara Akuntan Publik dan Bank telah berakhir.


2. Apabila dalam pelaksanaan audit, Akuntan Publik menemukan pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang keuangan dan perbankan serta keadaan dan perkiraan keadaan yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank, Akuntan Publik wajib menyampaikan pemberitahuan kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak ditemukan. Keadaan dan atau perkiraan keadaan yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank, antara lain keadaan dan atau perkiraan keadaan tentang:
a. kekurangan Kewajiban Penyisihan Penyediaan Modal Minimum;
b. kekurangan pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif yang material;
c. pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit;
d. kekurangan Giro Wajib Minimum; atau
e. kecurangan (fraud) yang bernilai material.


3. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 tersebut di atas, harus disusun dengan menggunakan formulir sesuai format pada Lampiran 2 SE 3/32/DPNP. Pemberitahuan tersebut bersifat rahasia sampai dengan ditetapkan lebih lanjut oleh Bank Indonesia.


SANKSI

1. Dalam Pasal 39 Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas, Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik dapat dihapuskan dari daftar Akuntan Publik di Bank Indonesia apabila tidak memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam Pasal 19.

2. Nama Akuntan Publik dihapuskan dari daftar Akuntan Publik di Bank Indonesia apabila berdasarkan penilaian Bank Indonesia, diketahui bahwa Akuntan Publik:

  • tidak memberitahukan temuan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada angka III.2. kepada Bank Indonesia dalam jangka waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak ditemukannya pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang keuangan dan perbankan atau keadaan atau perkiraan keadaan yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank;
  • tidak menyampaikan tembusan Laporan Keuangan yang telah diaudit (audit report) kepada Bank Indonesia yang disertai dengan Surat Komentar (Management Letter) selambat-lambatnya 4 (empat) bulan setelah Tahun Buku;
  • tidak memenuhi ketentuan rahasia Bank sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998;
  • Akuntan Publik telah terbukti melakukan perbuatan tercela dan atau dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana di bidang keuangan, baik di Indonesia maupun di negara lain atau memiliki kredit macet;
  • Akuntan Publik melakukan audit tidak sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik dan Kode Etik Profesi, serta tidak bersikap independen dan profesional dalam melakukan penugasan audit;
  • Akuntan Publik melakukan audit tidak sesuai dengan perjanjian kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas; atau
  • Akuntan Publik yang merupakan anggota Kantor Akuntan Publik yang tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud diatas.

3. Sesuai Pasal 39 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas, nama Kantor Akuntan Publik dihapuskan dari daftar Kantor Akuntan Publik di Bank Indonesia apabila terdapat 2 (dua) orang atau lebih Akuntan Publik yang bertanggung jawab (partner in charge) dari Kantor Akuntan Publik yang sama dikenakan sanksi dan dihapuskan dari daftar Akuntan Publik di Bank Indonesia.

4. Penghapusan nama Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik dari daftar di Bank Indonesia diberitahukan oleh Bank Indonesia kepada Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik yang bersangkutan serta dilaporkan kepada Ikatan Akuntan Indonesia dan Menteri Keuangan.

ALAMAT PENDAFTARAN AKUNTAN PUBLIK DAN PELAPORAN
1. Pendaftaran Akuntan Publik ditujukan kepada Bank Indonesia Up. Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350 dengan menggunakan formulir sesuai format. Bagi Akuntan Publik yang berkedudukan di luar Jabotabek, tembusan pendaftaran disampaikan kepada Kantor Bank Indonesia setempat.
2. Laporan keuangan yang telah diaudit (audit report) disertai dengan Surat Komentar (Management Letter) disampaikan kepada Bank Indonesia Up. Direktorat Pengawasan Bank, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia atau Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia.
3. Laporan temuan mengenai pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang keuangan dan perbankan atau keadaan atau perkiraan keadaan yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank disampaikan kepada Bank Indonesia Up. Direktorat Pengawasan Bank, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia atau Kantor Bank Indonesia setempat bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kantor pusat Bank Indonesia.
Untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan Akuntan Publik dalam melakukan audit terhadap Bank, Bank Indonesia akan melakukan program pendidikan dan pelatihan bagi Akuntan Publik. Berdasarkan penilaian terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik, sesuai dengan ketentuan pada angka IV, Bank Indonesia dapat mengajukan usul kepada Menteri Keuangan dan Ikatan Akuntan Indonesia untuk pencabutan izin Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik.
Bagi Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik yang telah terdaftar di Bank Indonesia wajib melengkapi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan pada angka II, selambat-lambatnya tanggal 31 Maret 2002.

Data atau dokumen yang berkaitan dengan persyaratan dimaksud mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. daftar riwayat hidup;
b. sertifikat program pelatihan di bidang perbankan;
c. surat pernyataan bahwa Akuntan Publik tidak pernah melakukan perbuatan tercela dan atau dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana di bidang keuangan serta tidak memiliki kredit macet di Bank;
d. surat pernyataan kesanggupan untuk mengikuti secara terus menerus program pendidikan di bidan g akuntansi dan perbankan;
e. surat pernyataan bahwa Akuntan Publik yang bersangkutan bersedia memberitahukan kepada Bank Indonesia apabila ditemukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang keuangan dan perbankan, serta kondisi dan perkiraan kondisi yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank;
f. bagan organisasi yang menunjukkan bahwa dalam melakukan audit, Akuntan Publik menerapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) jenjang pengendalian atau supervisi yaitu Akuntan Publik yang bertanggung jawab (partner in charge), dan pengawas menengah yang melakukan pengawasan terhadap staf pelaksana; dan
g. surat pernyataan bahwa Kantor Akuntan Publik bersedia untuk menjalani review eksternal oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) tentang pengendalian mutu di Kantor Akuntan Publik yang bersangkutan.

Berdasarkan evaluasi terhadap data atau dokumen yang disampaikan, Bank Indonesia akan mengumumkan Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik yang terdaftar di Bank Indonesia yang diperkenankan untuk melakukan audit terhadap Bank Umum. Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik yang telah terdaftar sebelum berlakunya Surat Edaran ini tetap diperkenankan untuk melakukan audit terhadap Bank Perkreditan Rakyat sampai dengan berlakunya pengaturan khusus.

Dengan diberlakukannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 31/5/UPPB tanggal 9 Juni 1998 perihal Laporan Keuangan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi Bank Umum yang terkait dengan pendaftaran Akuntan Publik, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 18, Pasal 19 dan Pasal 20 Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas ditetapkan sejak pelaksanaan audit Tahun Buku 2001.

2019...

Sudah lama juga tidak update blog ini, moga2 masih banyak yang membaca dan mendapatkan knowledge yang menjadi manfaat.
Dan mulai sekarang saya akan coba lagi aktif menulis blog yang mungkin akan agak membosankan.

Kali ini saya akan mengangkat tema Hukum Agraria. Para pemilik tanah adat, ada mempunyai hak dengan cara memegang salinan Akta Jual Beli yang di tanda tangani oleh PPATS, biasanya oleh Camat, dimana kepala desa dan sekdes menandatangani bagian Saksi.
Terkadang ada Akta Jual Beli tanah yang dianggap sudah sempurna, yaitu memegang salinan AJB tersebut. Padahal yang sempurna adalah, AJB tersebut lengkap dengan dokumen pendukung, seperti yang tercantum dalam AJB tersebut. Seperti potokopi penjual dan pembeli, surat keterangan riwayat tanah, surat dari ahli waris bahwa tidak ada sengketa, potokopi keterangan tanah dari kepala desa dan lainnya.
Pada konteks ini, jika pemilik AJB tidak akan menjual tanah yang dimiliki, pasti aman2 saja. Namun jika akan dijual kepada pihak lain, maka dokumen pendukung dari AJB tersebut menjadi suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Sehingga nantinya ketika akan dijual atau di naikkan status tanah tersebut, tidak mengalami masalah di Badan Pertanahan Nasional.

Kamis, 26 April 2018

Lika liku PT

Sumber > irmadevita.com : Dalam melangsungkan suatu bisnis, para pengusaha membutuhkan suatu wadah untuk dapat bertindak melakukan perbuatan hukum dan bertansaksi. Pemilihan jenis badan usaha ataupun badan hukum yang akan dijadikan sebagai sarana usaha tergantung pada keperluan para pendirinya.



Sarana usaha yang paling populer digunakan adalah Perseroan terbatas (PT), karena memiliki sifat, ciri khas dan keistimewaan yang tidak dimiliki oleh bentuk badan usaha lainnya, yaitu:






  • Merupakan bentuk persekutuan yang berbadan hukum,




  • Merupakan kumpulan modal/saham,




  • Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan para perseronya,




  • Pemegang saham memiliki tanggung jawab yang terbatas,




  • Adanya pemisahan fungsi antara pemegang saham dan pengurus atau direksi,




  • Memiliki komisaris yang berfungsi sebagai pengawas,




  • Kekuasaan tertinggi berada pada RUPS.



Prosedur Pendirian PT secara umum sbb.:






  1. Pemesanan nama ps. 9 (2) (+ 3 hari) :
    kuasa pengurusan hanya bisa kepada Notaris
    dalam jangka waktu maksimal 60 hari, harus diajukan pengesahannya ke Departemen Kehakiman atau nama menjadi expired




  2. Pembuatan akta Notaris (ps. 7 (1))




  3. Pengurusan ijin domisili & Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Perseroan sekaligus pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) & Berita Negara Republik Indonesia (BNRI) (jangka waktu + 2 minggu)




  4. Pembukaan rekening Perseroan dan menyetorkan modal ke kas Perseroan




  5. Permohonan pembuatan Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) atau Ijin Usaha lain yang terkait sesuai dengan maksud & tujuan usaha ( jangka waktunya + 2 minggu)




  6. Pembuatan Tanda Daftar Perusahaan (TDP) sekaligus Pendaftaran Perseroan untuk memenuhi criteria Wajib Daftar Perusahaan (WDP) (jangka waktunya + 2 minggu sejak berkas lengkap). Pada waktu pendaftaran, asli-asli dokumen harus diperlihatkan,




  7. Pengumuman pada BNRI (jangka waktu + 3 bulan)



Dasar Hukum pembentukan PT, masing-masing sebagai berikut:






  1. PT Tertutup (PT Biasa) : berdasarkan UU No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas,




  2. PT. Terbuka (PT go public): berdasarkan UU No. 40/2007 dan UU No. 8/1995 tentang Pasar Modal,




  3. PT. PMDN : berdasarkan UU No. 6/1968 juncto UU No. 12/1970,




  4. PT. PMA : berdasarkan UU No. 1/1967 juncto UU No. 11/1970 tentang PMA,




  5. PT. PERSERO : berdasarkan UU No. 9/1968 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara juncto PP No. 12/1998 tentang Perusahaan Perseroan.


Adapun syarat-syarat pendirian PT secara formal berdasarkan UU No. 40/2007 adalah sebagai berikut:






  1. Pendiri minimal 2 orang atau lebih (ps. 7(1))




  2. Akta Notaris yang berbahasa Indonesia




  3. Setiap pendiri harus mengambil bagian atas saham, kecuali dalamrangka peleburan (ps. 7 ayat 2 & ayat 3)




  4. Akta pendirian harus disahkan oleh Menteri kehakiman dandiumumkan dalam BNRI (ps. 7 ayat 4)




  5. Modal dasar minimal Rp. 50jt dan modal disetor minimal 25% darimodal dasar (ps. 32, ps 33)




  6. Minimal 1 orang direktur dan 1 orang komisaris (ps. 92 ayat 3 &ps. 108 ayat 3)




  7. Pemegang saham harus WNI atau Badan Hukum yang didirikanmenurut hukum Indonesia, kecuali PT. PMA


Sedangkan persyaratan material berupa kelengkapan dokumen yang harus disampaikan kepada Notaris pada saat penanda-tanganan akta pendirian adalah:






  1. KTP dari para Pendiri (minimal 2 orang dan bukan suami isteri). Kalau pendirinya cuma suami isteri (dan tidak pisah harta) maka, harus ada 1 orang lain lagi yang bertindak sebagai pendiri/ pemegang saham,




  2. Modal dasar dan modal disetor.Untuk menentukan besarnya modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor ada strateginya. Karena semua itu tergantung pada jenis/kelas SIUP yang di inginkan. Penentuan kelas SIUP bukan berdasarkan besarnya modal dasar, melainkan berdasarkan besarnya modal disetor ke kas Perseroan.Kriterianya adalah:1. SIUP Kecil modal disetor s/d Rp. 200jt2. SIUP Menengah modal disetor Rp. 201jt s/d Rp. 500jt3. SIUP Besar modal disetor > Rp. 501jt
    Besarnya modal disetor sebaiknya maksimum sampai dengan 50% dari modal dasar, untuk memberikan kesempatan bagi Perusahaan apabila sewaktu-waktu akan mengeluarkan saham dalam simpanan, tidak perlu meningkatkan modal dasar lagi. Namun demikian, boleh juga modal dasar = Modal disetor. Tergantung dari kebutuhan.
    Jumlah saham yang diambil oleh masing-masing pendiri (presentase nya), Misalnya: A = 25% B = 50% C = 25%,
    Susunan Direksi dan komisaris serta jumlah Dewan Direksi dan Dewan Komisaris
    Sedangkan untuk ijin2 perusahaan berupa surat keterangan domisili Perusahaan, NPWP perusahaan, SIUP, TDP/WDP dan PKP, maka dokumen-dokumen pelengkap yang diperlukan adalah:
    Kartu Keluarga Direktur Utama
    NPWP Direksi (kalau tidak ada, minimal Direktur Utama)
    Copy Perjanjian Sewa Gedung berikut surat keterangan domisili dari pengelola gedung (apabila kantornya berstatus sewa) apabila berstatus milik sendiri, yang dibutuhkan: copy sertifikat tanah dan copy PBB terakhir berikut bukti lunasnya,
    Pas photo Direktur Utama/penanggung jawab ukuran 3X4 sebanyak 2 lembar,
    Foto kantor tampak depan, tampak dalam (ruangan berisi meja, kursi, komputer berikut 1-2 orang pegawainya). Biasanya ini dilakukan untuk mempermudah pada waktu survey lokasi untuk PKP atau SIUP,
    Stempel perusahaan (sudah ada yang sementara untuk pengurusan ijin2).
    Penting untuk diketahui, bahwa pada saat tanda-tangan akta pendirian, dapat langsung diurus ijin domisili, dan NPWP. Setelah itu bisa membuka rekening atas nama Perseroan.
    Setelah rekening atas nama perseroan dibuka, maka dalam jangka waktu max 1 bulan sudah harus menyetor dana sebesar Modal disetor ke rekening perseroan, utk dapat diproses pengesahannya. Karena apabila lewat dari 60 (enam puluh) hari sejak penanda-tanganan akta, maka perseroan menjadi bubar berdasarkan pasal 10 ayat 9 UU PT No. 40/2007.

Pedoman Dasar Dewan Syari'ah Nasional

KEPUTUSAN
DEWAN SYARI'AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA
No: 01 Tahun 2000
Tentang
PEDOMAN DASAR
DEWAN SYARI'AH NASIONAL - MAJELIS ULAMA INDONESIA
(PD DSN-MUI)




بسم الله الرحمن الرحيم
Dewan Syariah Nasional setelah
Menimbang :

a. bahwa Dewan Syari'ah Nasional, disingkat dengan nama DSN, dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia dengan tugas mengawasi dan mengarahkan lembaga-lembaga keuangan syari'ah untuk mendorong penerapan nilai-nilai ajaran Islam dalam kegiatan perekonomian dan keuangan.
b. bahwa DSN diharapkan dapat berperan secara proaktif dalam menanggapi perkembangan masyarakat Indonesia yang dinamis dalam bidang ekonomi dan keuangan.
c. bahwa untuk lebih mengefektifkan pelaksanaan tugas dan fungsi DSN, perlu ditetapkan Pedoman Dasar Dewan Syari'ah Nasional.
Mengingat:
1. Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga Majelis Ulama Indonesia Periode 1995-2000.
2. SK. Majelis Ulama Indonesia No. Kep-754/MUI/II/1999 tanggal 10 Pebruari 1999 tentang Pembentukan Dewan Syari'ah Nasional.
Memperhatikan :
Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada hari Sabtu tanggal 1 April 2000.

MEMUTUSKAN
Menetapkan : LAMPIRAN II SURAT KEPUTUSAN DEWAN PIMPINAN MAJELIS ULAMA INDONESIA NO: KEP-754/MUI/II/99 TENTANG PEMBENTUKAN DEWAN SYARIAH NASIONAL SEBAGAI PEDOMAN DASAR DEWAN SYARIAH NASIO-NAL YANG ISINYA ADALAH SEBAGAI BERIKUT:

MUKADDIMAH
Islam adalah agama yang membawa rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil alamin). Ajarannya mencakup semua aspek kehidupan, tidak terkecuali bidang ekonomi yang dalam perkembangannya saat ini dan mendatang dirasakan semakin kompleks. Apalagi pada millenium ke-3 mendatang akan terjadi perubahan-perubahan yang amat cepat dimana pengaruh era keterbukaan (globalisasi) yang cenderung mengabaikan batas-batas geografis.
Pengembangan lembaga-lembaga keuangan terutama lembaga keuangan syariah juga mengalami kemajuan-kemajuan yanng pesat, dan adalah pada saatnya untuk melakukan pemantauan, pengawasan dan arahan yang memungkinkan pengembangan lembaga-lembaga keuangan tersebut.
Lokakarya Ulama tentang Reksadana Syariah yang membahas pandangan syariah tentang Reksadana dan rekomendasi lokakarya yang antara lain mengusulkan agar dibentuk Dewan Syraiah Nasional untuk mengawasi dan mengarahkan lembaga-lembaga keuangan syariah. Oleh sebab itu, dipandang perlu adanya pedoman dasar mengenai Dewan Syariah Nasional tersebut, yang meliputi :
  1. DASAR PEMIKIRAN
1. Dengan semakin berkembangnya lembaga-lembaga keuangan syariah di tanah air akhir-akhir ini dan adanya Dewan Pengawas Syariah pada setiap lembaga keuangan, dipandang perlu didirikan Dewan Syariah Nasional yang akan menampung berbagai masalah/kasus yang memerlukan fatwa agar diperoleh kesamaan dalam penanganannya dari masing-masing Dewan Pengawas Syariah yang ada di lembaga keuangan syariah.
2. Pembentukan Dewan Syariah Nasional merupakan langkah efisiensi dan koordinasi para ulama dalam menanggapi isu-isu yang berhubungan dengan masalah ekonomi/keuangan.
3. Dewan Syariah Nasional diharapkan dapat berfungsi untuk mendorong penerapan ajaran Islam dalam kehidupan ekonomi.
4. Dewan Syariah Nasional berperan secara pro-aktif dalam menanggapi perkembangan masyarakat Indonesia yang dinamis dalam bidangn ekonomi dan keuangan.
  1. PENGERTIAN
1. Lembaga Keuangan Syariah adalah lembaga keuangan yang mengeluarkan produk keuangan syariah dan yang mendapat izin operasional sebagai lembaga keuangan syariah.
2. Produk Keuangan Syariah adalah produk keuangan yang mengikuti syariah Islam.
3. Dewan Syariah Nasional adalah Dewan yang dibentuk oleh MUI untuk menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan syariah.
4. Badan Pelaksana Harian - Dewan Syariah Nasional adalah badan yang sehari-hari melaksanakan tugas Dewan Syariah Nasional.
5. Dewan Pengawas Syariah adalah badan yang ada di lembaga keuangan syariah dan bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan Dewan Syariah Nasional di lembaga keuangan syariah.
  1. KEDUDUKAN, STATUS DAN ANGGOTA
1. Dewan Syariah Nasional merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia.
2. Dewan Syariah Nasional membantu pihak terkait, seperti Departemen Keuangan, Bank Indonesia, dan lain-lain dalam menyusun peraturan/ketentuan untuk lembaga keuangan syariah.
3. Anggota Dewan Syariah Nasional terdiri dari para ulama, praktisi dan para pakar dalam bidang yang terkait dengan muamalah syariah.
4. Anggota Dewan Syariah Nasional ditunjuk dan diangkat oleh MUI untuk masa bakti 4 (empat) tahun.
  1. TUGAS DAN WEWENANG
1. Dewan Syariah Nasional bertugas :
a. Menumbuh-kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya.
b. Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan.
c. Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah.
d. Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.
2. Dewan Syariah Nasional berwenang :
a. Mengeluarkan fatwa yang mengikat Dewan Pengawas Syariah dimasing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait.
b. Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Departemen Keuangan dan Bank Indonesia.
c. Memberikan rekomendasi dan/atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai Dewan Pengawas Syariah pada suatu lembaga keuangan syariah.
d. Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah, termasuk otoritas moneter/lembaga keuangan dalam maupun luar negeri.
e. Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional.
f. Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.
  1. MEKANISME KERJA
A. Dewan Syariah Nasional.
1. Dewan Syariah Nasional mensahkan rancangan fatwa yang diusulkan oleh Badan Pelaksana Harian DSN.
2. Dewan Syariah Nasional melakukan rapat pleno paling tidak satu kali dalam tiga bulan, atau bilamana diperlukan.
3. Setiap tahunnya membuat suatu pernyataan yang dimuat dalam laporan tahunan (annual report) bahwa lembaga keuangan syariah yang bersangkutan telah/tidak memenuhi segenap ketentuan syariah sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional.
B. Badan Pelaksana Harian
0. Badan Pelaksana Harian menerima usulan atau pertanyaan hukum mengenai suatu produk lembaga keuangan syariah. Usulan ataupun pertanyaan ditujukan kepada sekretariat Badan Pelaksana Harian.
1. Sekretariat yang dipimpin oleh Sekretaris paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah menerima usulan /pertanyaan harus menyampaikan permasalahan kepada Ketua.
2. Ketua Badan Pelaksana Harian bersama anggota dan staf ahli selambat-lambatnya 20 hari kerja harus membuat memorandum khusus yang berisi telaah dan pembahasan terhadap suatu pertanyaan/usulan.
3. Ketua Badan Pelaksana Harian selanjutnya membawa hasil pembahasan ke dalam Rapat Pleno Dewan Syariah Nasional untuk mendapat pengesahan.
4. Fatwa atau memorandum Dewan Syariah Nasional ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris Dewan Syariah Nasional.
C. Dewan Pengawas Syariah
0. Dewan Pengawas Syariah melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah yang berada di bawah pengawasannya.
1. Dewan Pengawas Syariah berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syraiah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada Dewan Syariah Nasional.
2. Dewan Pengawas Syariah melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada Dewan Syariah Nasional sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran.
3. Dewan Pengawas Syariah merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan Dewan Syariah Nasional.
  1. PEMBIAYAAN DEWAN SYARIAH NASIONAL
0. Dewan Syariah Nasional memperoleh dana operasional dari bantuan Pemerintah (Depkeu), Bank Indonesia, dan sumbangan masyarakat.
1. Dewan Syariah Nasional menerima dana iuran bulanan dari setiap lembaga keuangan syariah yang ada.
2. Dewan Syariah Nasional mempertanggung-jawabkan keuangan/sumbangan tersebut kepada Majelis Ulama Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 26 Zulhijjah 1420 H
01 April 2000 M.
DEWAN SYARI'AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua,
Prof. KH. Ali Yafie
Sekretaris,
Drs. H.A. Nazri Adlani